Cinta adalah saat dimana kita mampu melepaskan apa yang memang tidak kekal. Tumbuh hanya untuk belajar mengikhlaskan, bukan malah menggenggam.
Ada masa-masa dalam hidup ketika perasaan datang tanpa pilih waktu, tanpa peduli tempat, apalagi arah. Ia hadir perlahan, bagai benih yang diam-diam menyusup ke relung hati, sebelum kita sadar bahwa ia sudah ada. Dari tawa yang ringan, dari pertemuan yang tampak biasa, hingga percakapan yang terasa lebih tenang daripada sunyi.
Segalanya terasa begitu alami. Tidak ada ledakan emosi, juga tidak ada terburu-buru. Namun justru dari ketenangan itu muncul kegelisahan yang sulit dijelaskan. Seperti berjalan di sebuah jalan yang indah, tapi kita tahu ujungnya bukan rumah. Ada batas yang tidak bisa dilalui, sesuatu yang tak bisa digenggam meski terasa sangat dekat.
Banyak yang bilang ini hanya membuang waktu. Tapi cinta bukan soal logika, dan waktu tidak selalu bicara soal hasil. Ada cinta yang hadir bukan untuk dipertahankan, tapi untuk mengajarkan. Tentang bagaimana menerima, menjaga perasaan tanpa harus memilikinya, dan merawat harapan tanpa menggenggamnya terlalu erat.
Namun, aku tak pernah menyesal. Dari rasa yang tak terucap, aku belajar banyak hal tentang bersabar, tentang lembutnya hati, dan tentang keberanian mencintai tanpa harus dimiliki. Jika akhirnya aku harus berjalan sendiri, aku tetap membawa rasa itu dengan tenang, bukan untuk disesali, tapi untuk dikenang.
Cinta yang tidak sampai tetaplah cinta, itu sudah lebih dari cukup. Dan itu tidak akan menjadi sia-sia. Dari cinta yang paling sunyi, kita tumbuh menjadi diri yang lebih kuat dari yang pernah kita kira.