Rabu, 23 April 2025

She Who Bravely Faces the Rain

Untuk Nabila Aulia Maharani,

Langit tak selalu biru, jalannya pun tak selalu lurus

Namun kau melangkah tanpa harus mengurus

apa yang patah, apa yang retak

Kau rawat sendiri dalam diam yang tak berjejak.

Hari ini bukan sekadar tentang usia,

tapi tentang jiwa yang terus berjaga,

tentang luka yang tak lagi kau sembunyikan,

melainkan kau ubah jadi kekuatan dalam ketenangan.

     Hari ini, aku ingin menuliskan sesuatu untukmu, sahabatku yang telah melalui begitu banyak hal dalam hidup. Aku tahu, dunia tidak selalu ramah padamu. Jalan yang kamu tempuh tidak mudah, penuh liku dan luka yang tak semua orang mampu bertahan menghadapinya. Namun, kamu tetap berdiri tegak, menghadapi hari demi hari dengan keberanian yang luar biasa. Di balik senyummu yang tenang, tersimpan kekuatan yang diam-diam mengagumkan. Kamu jarang menunjukkan kesedihanmu, tetapi aku tahu, kamu memikul beban yang tidak ringan. Dan aku ingin kamu tahu, aku di sini. Selalu ada. Untuk mendengar, untuk memeluk, untuk menjadi tempatmu pulang saat dunia terasa terlalu berat.

     Sahabatku, jangan pernah merasa sendiri. Dalam setiap langkahmu, ada doaku yang menyertai. Kamu adalah bagian penting dalam hidupku, seseorang yang kucintai dan kusayangi layaknya keluarga. Aku ingin kamu terus melangkah, terus percaya bahwa kamu layak untuk bahagia, dan bahwa masa depan yang indah sedang menantimu. Jangan ragu untuk bersandar padaku saat lelah, dan jangan lupa bahwa segala rasa yang pernah tertahan, suatu hari nanti akan menjadi cerita yang indah. Tetap semangat. Aku menyayangimu, sepenuh hati.

Selamat ulang tahun, Nabila.

Kamis, 10 April 2025

Sementara Masih di Balik Layar - Chapter 4

“Aku tidak ingin selamanya bersembunyi, tapi aku ingin ketika aku muncul, aku sungguh-sungguh siap.”

Ada perasaan yang tumbuh pelan, tanpa aba-aba. Ia tidak mengetuk, tidak pula berseru. Hanya hadir, lalu menetap. Aneh, sebab aku tak pernah merencanakannya.

Mula-mula kupikir ini hanya kekaguman biasa. Tapi lama-lama, ada kerinduan kecil yang muncul bahkan ketika tak ada yang hilang. Barangkali ini yang dinamakan rasa. Bukan cinta yang membuncah, hanya ketertarikan yang terus-menerus mengendap.

Seperti kebiasaanku selama ini, aku memilih diam. Tidak karena tak ingin bergerak, tetapi karena aku terlalu sering mempertimbangkan segalanya, bahkan hal-hal yang belum tentu terjadi. Di pikiranku, seribu kemungkinan berputar lebih cepat daripada keberanianku menyapa.

Aku pernah menyiasati jarak dengan melibatkan orang lain. Menitipkan maksud pada pihak ketiga, seolah rasa ini terlalu rapuh untuk kusampaikan sendiri. Kini, aku mengerti, itu bukan solusi. Justru di sanalah keberanianku perlahan menguap.

Aku tak pernah keberatan berjuang. Selama aku tahu tujuannya, aku akan melangkah. Aku tak meminta balasan apa pun. Mengetahui bahwa apa yang kuberikan diterima dengan baik, sudah menjadi kepuasan tersendiri.

Namun seiring waktu, diam terasa tak lagi cukup. Ada hal-hal yang tak bisa selesai hanya dengan berpikir. Rasa, meski tak harus diumbar, setidaknya perlu diberi ruang untuk tumbuh dengan wajar, bukan terus disembunyikan dalam bayang-bayang penyesalan yang belum terjadi.

Aku tidak sedang jatuh cinta secara besar-besaran. Aku hanya sedang mengusahakan sesuatu yang menurutku layak. Dan aku ingin melakukannya dengan tenang, jujur, dan sewajarnya.

Maka kutulis ini sebagai pengingat untuk diriku sendiri, bahwa aku sedang berusaha, pelan tapi pasti.

Dan semoga, ketika saatnya tiba, aku tidak lagi sekadar menjadi penonton dari balik layar, melainkan seseorang yang benar-benar hadir, dengan cara yang sepenuhnya aku.

Keindahan Menyapa di Setiap Hal yang Kamu Sadari

Hidup adalah perjalanan yang penuh kejutan. Di tengah jalan yang kadang sepi, semesta kerap menghadirkan sosok tertentu. Datang tanpa aba-ab...