“Aku tidak ingin selamanya bersembunyi, tapi aku ingin ketika aku muncul, aku sungguh-sungguh siap.”
Ada perasaan yang tumbuh pelan, tanpa aba-aba. Ia tidak mengetuk, tidak pula berseru. Hanya hadir, lalu menetap. Aneh, sebab aku tak pernah merencanakannya.
Mula-mula kupikir ini hanya kekaguman biasa. Tapi lama-lama, ada kerinduan kecil yang muncul bahkan ketika tak ada yang hilang. Barangkali ini yang dinamakan rasa. Bukan cinta yang membuncah, hanya ketertarikan yang terus-menerus mengendap.
Seperti kebiasaanku selama ini, aku memilih diam. Tidak karena tak ingin bergerak, tetapi karena aku terlalu sering mempertimbangkan segalanya, bahkan hal-hal yang belum tentu terjadi. Di pikiranku, seribu kemungkinan berputar lebih cepat daripada keberanianku menyapa.
Aku pernah menyiasati jarak dengan melibatkan orang lain. Menitipkan maksud pada pihak ketiga, seolah rasa ini terlalu rapuh untuk kusampaikan sendiri. Kini, aku mengerti, itu bukan solusi. Justru di sanalah keberanianku perlahan menguap.
Aku tak pernah keberatan berjuang. Selama aku tahu tujuannya, aku akan melangkah. Aku tak meminta balasan apa pun. Mengetahui bahwa apa yang kuberikan diterima dengan baik, sudah menjadi kepuasan tersendiri.
Namun seiring waktu, diam terasa tak lagi cukup. Ada hal-hal yang tak bisa selesai hanya dengan berpikir. Rasa, meski tak harus diumbar, setidaknya perlu diberi ruang untuk tumbuh dengan wajar, bukan terus disembunyikan dalam bayang-bayang penyesalan yang belum terjadi.
Aku tidak sedang jatuh cinta secara besar-besaran. Aku hanya sedang mengusahakan sesuatu yang menurutku layak. Dan aku ingin melakukannya dengan tenang, jujur, dan sewajarnya.
Maka kutulis ini sebagai pengingat untuk diriku sendiri, bahwa aku sedang berusaha, pelan tapi pasti.
Dan semoga, ketika saatnya tiba, aku tidak lagi sekadar menjadi penonton dari balik layar, melainkan seseorang yang benar-benar hadir, dengan cara yang sepenuhnya aku.
geregettt
BalasHapusdalem bgt 🥺
BalasHapus